Jumat, 14 Agustus 2015

Ikhlas menumbuhkan berkah

Suatu pagi saya terlibat obrolan santai dengan seorang rekan, namun usianya jauh di atas saya, ia banyak bercerita bagaimana tiga hari ini ia tidak sempat pulang ke rumah karena sibuknya pekerjaan yang memaksanya harus menetap sementara di tempat kerjanya. Bagaimana ia harus bekerja di atas jatah normal waktu kerjanya, dan ia tidak bisa membantah karena ini atas perintah pimpinannya. Bahkan ketika selesai dan ia bisa kembali ke rumah, jika pimpinannya memintanya untuk kembali, tanpa pikir panjang dan mengabaikan rasa lelah nya, tanpa memikirkan keluarga nya, tanpa memikirkan anak dan istri yang sangat dicintainya, ia akan segera kembali ke tempatnya bekerja.

Terkadang saya berpikir, seandainya saya yang ada di posisi dya, mungkin saya sudah mengajukan surat resign sejak lama. Bahkan sampai ia rela mengorbankan keluarganya, waktu untuk berkumpul dengan anak dan istrinya demi pekerjaan dan tanggung jawabnya, tak peduli rasa lelah yang di deritanya,,,

Saya berpikir, manusia macam apa sebenarnya dya itu,,,,????
Bahkan saya yakin dya pantas di hargai lebih di luar sana, tapi apa yang dya dapat di perusahaan ini tak sebanding dengan apa yang telah dya lakukan untuk perusahaan ini.

Satu hal yang ia jelaskan pada saya, IKHLAS. Dya ikhlas menjalankan semuanya, tanpa melihat embel embel apakah nantinya dya akan mendapat prestasi atas hasilnya, tanpa embel embel apakah dya akan di hargai atau tidak, ia melakukan semua itu atas dasar ikhlas. Karena bagi dya, ketika kita sudah ikhlas dalam melakukan suatu pekerjaan tak kan ada lagi rasa lelah, tak akan ada lagi rasa cape, semua akan tergantikan oleh rasa puas di samping itu yang jauh lebih besar yaitu mendapatkan keberkahan atas apa yang ia lakukan.

Saya malu, benar benar malu dengan diri saya sendiri, seolah saya mendapatkan tamparan keras. Saya mungkin belum bisa seperti dya, mungkin juga tak akan bisa seperti dya, butuh proses untuk bisa menjadi manusia seperti dya, dan proses itu sangat sangat panjang. Saya tipe manusia yang mudah mengeluh, sedikit lebih dari jam kerja normal saya akan berontak, saya belum bisa menjadi manusia ikhlas. Ikhlas yang benar benar ikhlas. Saya harus banyak belajar dari dya, sosok yang benar benar ikhlas menjalankan segala tanggung jawab tanpa pamrih ataupun pengharapan apapun,,,,

Tuhan saya malu, benar benar malu dengan sebesar besar malu, tolong ajari saya cara menjadi manusia Yang ikhlas sebenar benar ikhlas Tanpa pamrih Tanpa pengharapan apapun,,,

Saya benar benar mendapat pelajaran hari Itu,,,,

Rabu, 05 Agustus 2015

Masa orientasi yang gak mendidik

Sebenernya sih penting ga penting, tapi melihat begitu banyak tayangan televisi akhir-akhir ini yang menayangkan berita masa orientasi siswa, mungkin bertepatan dengan awal masuk sekolah atau mungkin televisi sudah kehabisan ide untuk menayangkan berita yang lebih bermutu, semoga saja tidak,,,
hehehehe

Masa orientasi siswa, di negara ini, yang katanya menjunjung tinggi toleransi dan dipandang memiliki nilai ketimuran yang tinggi, identik dengan tindak kekerasan, ya walaupun di balut unsur pengenalan lingkungan sekolah, tapi ujung ujungnya selalu memakan korban. Kisah klasik sih, bukankah dari dulu selalu seperti itu, lalu mengapa baru sekarang seolah olah pemberitaan ini menyudutkan satu pihak. Negara kita sudah terbiasa dengan yang namanya "sudah biasa, ah itu kan wajar, dan sebagainya". Masa orientasi yang seharusnya lebih mendidik, nyatanya dari jaman bambu runcing hingga jaman pistol otomatis nyatanya selalu memakan korban. Ah itu kan wajar, sudah biasa, dari dulu juga seperti itu pelaksanaannya. Kira kira seperti itu jawaban dari salah satu pihak seolah tak ingin disalahkan. Lucunya, kegiatan ini selalu berulang setiap tahunnya.

Disinilah awal munculnya benih dendam yang akan mengakar dalam diri siswa baru. Kesempatan akan datang di tahun depan. Mental pendendam, bukan mental pemenang. Itulah mengapa mental siswa siswa di negara ini menjadi mental tempe yang bisanya hanya tawuran, nongkrong ga jelas, membolos di jam sekolah, seakan itu sudah menjadi hal yang lumrah di negara ini. Itulah mungkin jawaban mengapa banyaknya pengangguran di negeri yang katanya kaya ini. Cobalah tengok di beberapa lembaga pendidikan, berapa banyak siswa yang serius menganggap sekolah tempat mencari ilmu dan berapa banyak siswa yang menganggap sekolah hanya ajang mencari pergaulan, ajang berlomba lomba menjadi yang paling keren di antara yang lain. Malu katanya kalo sekolah ga gaya, ga bawa motor, bahkan menjadi aib jika sekolah ga bawa mobil.

Menyedihkan memang, sekolah hanya dianggap sebagai ajang mencari pergaulan.
Ga penting pinter yang penting populer terkenal di seantero sekolah.
pemikiran ndablek, pemikiran sebagian besar siswa di negara ini, bahkan mungkin pemimpin nya memiliki pemikiran yang sama, makanya negara ini jadi sarang korupsi, sarang berkembang biaknya SDM yang bermoral ga lebih dari seorang pecundang,,,

Maka sekali lagi, adalah hal yang wajar jika banyak aset negara di kelola pihak asing,
kira kira apa jadinya ya jika aset sendiri di kelola oleh anak bangsa jika di sekolahnya hanya mencari kepopuleran dan lebih banyak bergaya,,,,???

Tolong kalo ada yang punya jawabannya kasih tau saya ya,,,,

Salam,

Mr. Gie

Selasa, 28 Juli 2015

Pagi yang tak cerah

Pagi ini ditemani secangkir kopi aku mengambil posisi duduk di sudut kantin. Sambil menghirup dalam aroma kopi yang terasa begitu nikmat, seorang rekan menghampiriku. Tak terasa obrolan kami tampak begitu santai, sesekali terlihat raut wajah yang menunjukkan kecemasan, namun seperti yang ia bilang, nikmati aja namanya juga hidup.

Dia orang bekasi, beristrikan orang malang. Ia banyak bercerita tentang awal karirnya, sampai akhirnya ia bisa terdampar disini, dengan ribuan karyawan lainnya. 8 tahun bekerja tanpa pernah merasa di hargai, itu yang membuatnya sangat kecewa. Namun tak sekalipun ia mengeluh akan keadaan, karena ia tau, mengeluh tak ada gunanya. Bukan dya ternyata orang yang paling tidak di hargai, ia bercerita ada rekannya sesama karyawan dengan pendidikan D3, karena persaingan yang tidak sehat, akhirnya harus rela pindah ke bagian General Affair.

Ternyata dunia kerja sudah seperti persaingan para politisi, rela melakukan apapun demi sebuah jabatan. Tapi satu hal yang aku pelajari dari perbincangan di pagi ini, tetap bersyukur dalam kondisi apapun, itu intinya, tetap bersyukur.

Tuhan terima kasih atas setiap nafas yang kau berikan kepadaku, buanglah pikiran negatif yang ada dalam hidupku,,,
mencoba berjalan lurus di dunia yang kejam ini,,,

Ternyata pagi tak selamanya cerah, ia menyimpan mendung di sisi lain. Tergantung kita menyikapinya, mau menjadikannya sebagai peneduh atau justru sebaliknya merutuki pagi yang tak selalu bersinar terang,,,,

Mr.gie

Minggu, 26 Juli 2015

Tulisan pertama dari seorang yang sepertinya tak jelas mau jadi apa,,,,
hahaha
Menertawakan diri sendiri, karena memang hidup terkadang tidak jelas arah dan tujuannya,,,

Mengutip kata-kata dari 'jalan panjang memupus kedukaan' karya Joan Didion, entah orang mana akupun tak peduli, yang jelas aku punya bukunya,,,
hehehe

"Yang menyebabkan kalimat pertama begitu sulit adalah karena kamu terpaku padanya. Semua yang lain akan mengalir dari kalimat itu."

Kenapa kalimat tersebut saya cetak tebal, ya berharap akan menginspirasi orang lain dalam hal menulis, apapun itu bentuknya, bahwa mungkin awalnya akan terasa sulit mau menuliskan kata ataupun kalimat apa, tapi percaya setelah tulisan pertama muncul, yang lain pun akan segera mengikuti,,,

Semoga blog yang mungkin awalnya hanya untuk menuangkan coretan-coretan ga jelas, dari pada mencoret di pos polisi itu lebih beresiko, bisa menjadi inspirasi bagi siapapun yang mengunjungi ataupun membaca blog ini,,,

'Mr. Gie'